Ketua DPC Partai Demokrat Boalemo, Provinsi Gorontalo, Ismiati Saidi, bersaksi bagi terdakwa Muhammad Nazaruddin di sidang lanjutan perkara suap Wisma Atlet Sea Games di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 12 Februari 2012.
Ismiati yang dihadirkan sebagai saksi meringankan bagi Nazaruddin mengaku pernah mendapatkan uang Rp15 juta di Hotel Sultan Jakarta. Uang tersebut disebutkannya berasal dari tim pemenangan Anas.
"Pertemuan di Hotel Sultan sekitar Mei 2010 menyepakati untuk memilih Anas. Kemudian saya dikasih uang Rp15 juta, ya saya terima saja," kata Ismiati.
Dia juga mendapatkan uang US$2 ribu menjelang kongres Partai Demokrat di Bandung. Saat itu, ia membuat kesepakatan yang ditandatangani di atas materai Rp6 ribu. Jika ikut memilih Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat akan diprioritaskan dalam kegiatan di DPC dan dalam Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada). "Jaminannya akan diprioritaskan di DPC dan Pilkada," ujarnya.
Ismiati melanjutkan, pada putaran kedua pemenangan Anas, ia kembali mendapatkan uang sebesar lima ribu dolar Amerika Serikat. Selain uang, ia juga mendapatkan jaket biru yang bertuliskan. "Anas untuk Partai Demokrat" dan Blackberry Gemini.
Tim pemenangan Anas, lanjut Ismiati, juga menanggung biaya akomodasi selama kongres. Namun, saat ditanya apakah mengetahui hubungan Anas dengan Nazaruddin, dia mengatakan tidak tahu. Dia hanya mengetahui jika Anas dan Nazaruddin tergabung dalam kepengurusan di DPP Partai Demokrat. "Tahunya terdakwa sebagai bendahara," ucapnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Nazaruddin juga pernah mengungkapkan pembagian 400 BlackBerry dari tim pemenangan Anas kepada peserta kongres. Selain itu, mereka juga membagikan sejumlah uang.
Anas sendiri enggan berkomentar saat dikonfirmasi terkait kesaksian Ismiyati ini. "Sudah, terimakasih," kata Anas di Cibubur sambil berlalu.
Dia telah berulang kali membantah tudingan bekas bendaharanya terkait aliran dana di kongres Demokrat. Anas mengaku tak pernah membeli suara dalam kongres yang mengantarkannya ke kursi Ketua Umum Demokrat itu.
"Saya berprinsip, hukumnya haram membeli suara demi jabatan. Jabatan itu bukan kenikmatan, jabatan itu peran dan tanggung jawab. Setelah terpilih (Ketua Umum) saya berhenti jadi anggota DPR," kata Anas di kediamannya, Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur, pada 20 Juli 2011.
• VIVAnews