Ketenangan lobi Gedung Nusantara III DPR RI, tempat berkantornya para pimpinan DPR dan MPR, terkoyak dengan teriakan seorang aktivis yang diseret oleh petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR pagi ini, Kamis 22 Maret 2012.
“Yogya bisa melepaskan diri kalau keistimewaan terganggu,” teriak sang aktivis. Ia jengkel karena aksinya bersama tiga orang rekannya di Gedung DPR digagalkan petugas bahkan sebelum dimulai. Mereka berempat berasal dari Yogyakarta, dan merupakan anggota lembaga swadaya masyarakat ‘Jogjakarta Government Watch.’
Awalnya, keempat aktivis itu datang ke lobi Nusantara III DPR dengan membawa dua buah spanduk. Namun, belum juga spanduk sempat dibuka oleh salah seorang demonstran, petugas pamdal langsung mendatangi dan mengamankan mereka. Tak ayal, mereka pun mengamuk dan berteriak jengkel.
Mereka menuntut DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) yang pro-penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DIY dan Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil Gubernur DIY.
Mereka juga menolak RUUK DIY yang bertentangan dengan Undang undang, sejarah, dan aspirasi rakyat DIY. Jogjakarta Government Watch berpendapat, jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY adalah hak politik Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paduka Paku Alam yang tak bisa digugat, sehingga tak perlu lagi dilakukan pemilihan gubernur-wakil gubernur di DIY.
Sampai saat ini, pembahasan RUUK DIY belum juga rampung. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang kebetulan melintas di lobi gedung Nusantara III saat sang demonstran mengamuk, menyesalkan amukan tersebut. “Boleh demonstrasi, tapi jangan seperti itu,” katanya singkat. (umi)
• VIVAnews