Partai Keadilan Sejahtera terancam didepak dari koalisi gabungan. Meski sempat mengatakan ingin tetap berada di koalisi, namun pihak internal koalisi memberi sinyal, PKS tidak akan diterima lagi.
Anggtota Dewan Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, enggan berkomentar banyak. Dia mengaku kini hanya berkonsentrasi memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
"Soal itu tanyakan ke partai, saya hanya ikuti keputusaan partai sebagai kader. Saya hanya akan meresponnya dengan memenangkan Pilkada DKI ini," katanya saat ditemui di GOR Balai Rakyat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu 8 April 2012.
Terkait nasib PKS dalam koalisi pemerintahan, Hidayat meminta untuk menunggu pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kalau PKS domainnya presiden, saya domainnya soal Gubernur DKI Jakarta, jadi jangan tanyakan itu," lanjut mantan Presiden PKS itu.
Ia mengatakan bahwa dinamika yang ada di partainya dengan koalisi gabungan, biar berjalan saja. "Itu nggak perlu dirasakan, biar mereka di partai saja," ujar Hidayat yang tengah berulang tahun ke-52 pada hari ini.
Ia juga mengatakan nuansa batin rekan-rekannya di internal partai sampai saat ini tetap biasa saja, terbukti dengan beberapa kegiatan internal partai yang tetap berjalan seperti biasa.
Hasil rapat Setgab di Cikeas, Selasa malam 3 April 2012, menyatakan sikap PKS yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dalam paripurna DPR akhir Maret lalu, telah melanggar kode etik koalisi. PKS terancam didepak dari koalisi setelah mengambil sikap itu.
Kesepakatan itu diambil dalam pertemuan para ketua umum partai koalisi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas. "Sangat melanggar," kata Sekretaris Setgab, Syarif Hasan di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Syarif mengungkapkan, bahasan utama dalam pertemuan di kediaman SBY malam ini adalah masalah kontrak koalisi. "Kami membahas masalah kontraknya saja, kontrak koalisi," ujarnya. (ren)
• VIVAnews