Dewan Perwakilan Rakyat akan menentukan dua opsi yang diajukan pemerintah, apakah perlu ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau tidak dalam Rapat Paripurna DPR hari ini, Jumat 30 Maret 2012.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa menilai, bila opsi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dipilih tetap akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi bergerak stagnan dalam enam bulan.
"Biasanya seperti itu yang sudah-sudah ya, karena perlu penyesuaian. Tapi, itu lebih baik dibandingkan opsi kedua yang dipilih," kata dia kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, dia menyarankan, kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan diikuti dengan dana kompensasi berbentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan pembangunan infrastruktur itu harus direalisasikan pemerintah.
"Jika tidak dibarengi dengan BLSM yang tepat sasaran dan gencarnya pembangunan infrastruktur, itu akan sia-sia saja. Sebab, pertumbuhan ekonomi akan melambat dan defisit anggaran terhadap PDB (produk domestik bruto) tetap membesar," ujar Purbaya.
Seperti diketahui, pemerintah tetap akan membawa opsi pertama dalam rapat Paripurna DPR. Dalam opsi itu, total subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp225 triliun.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, subsidi tersebut meliputi subsidi BBM sebesar Rp137 triliun, subsidi listrik Rp64,9 triliun, dan sisanya dana cadangan energi. "Tetap opsi pertama," katanya di DPR, Jakarta, Kamis malam, 29 Maret 2012.
Pada opsi itu, defisit anggaran yang ditetapkan sebesar 2,23 persen terhadap PDB. Defisit ini bisa terlaksana bila pemerintah minimal menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi Rp1.500 per liter. (sj)
• VIVAnews