Sri Mulyani Dorong Industri Nasional Ekspansi ke ASEAN
12 Oktober 2020, 09:00:03 Dilihat: 399x
Jakarta -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta para pelaku industri nasional non jasa keuangan agar bisa ekspansi bisnis ke pasar regional kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Sebab, ekspansi industri seperti perdagangan dan lainnya bisa mendorong para pelaku jasa keuangan seperti bank dan asuransi untuk mengekor di belakang dalam mengakses pasar ASEAN.
Hal ini diungkapkan bendahara negara ketika meminta restu perluasan akses pasar bagi industri asuransi syariah ke ASEAN dari Komisi XI DPR dalam rapat bersama di Gedung DPR/MPR pada Senin (5/10).
Ani, sapaan akrabnya, menjelaskan perluasan akses pasar bagi industri jasa keuangan, baik bank dan asuransi sejatinya tidak hanya bisa dilakukan pemerintah dengan meneken persetujuan akses pasar.
Namun, harus diimbangi dengan kemampuan industri jasa keuangan itu sendiri untuk bisa masuk ke pasar yang lebih luas, dari nasional ke regional misalnya.
"Penetrasi di luar, ini semua tergantung pada kapasitas industri. Kadang mereka melihat penetrasi ke luar lebih dianggap membebani dari sisi biaya tanpa promising return," ujar Ani.
Kendati begitu, Ani melihat potensi pasar luar, tidak hanya bergantung pada kemampuan penetrasi pelaku jasa keuangan itu sendiri. Tapi bisa dikembangkan bila ada sinergi ekspansi dari sesama pelaku industri Tanah Air di pasar ASEAN.
"Karena jasa keuangan (dari ASEAN) biasanya mendampingi kepentingan bisnis (non jasa keuangan) yang sudah ada dari negara mereka. Untuk itu, industri kita juga harus didorong di level ASEAN, sehingga mereka juga membutuhkan jasa keuangan kita," jelasnya.
Sembari meminta para pelaku industri non jasa keuangan berekspansi di ASEAN, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu ingin para pelaku jasa keuangan turut meningkatkan kapasitasnya untuk siap menggarap pasar yang lebih luas. Caranya, dengan meningkatkan modal, sumber daya manusia, penggunaan teknologi, dan lainnya.
"Dari dalam negeri, capital (modal), kompetensi, SDM, dan kemampuan teknologi masih perlu untuk dibangun, jadi selalu ada desain bagaimana growing demand or needs (menumbuhkan permintaan atau kebutuhan) dari masyarakat," jelasnya.
Peningkatan ini, sambungnya, bisa dilakukan melalui banyak cara, termasuk mengimpor modal maupun keahlian dari luar. Hal ini bisa dilakukan dengan menjalin kerja sama.
Pemerintah sendiri memperbolehkan perusahaan asuransi untuk mendapat suntikan modal asing sampai batas 80 persen dari total modal. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian.
"Di Indonesia, banyak lembaga keuangan kita yang berpartner dengan asing untuk bisa pahami bisnisnya. Mereka pernah sampaikan, mereka sendiri tidak cukup mampu," ucapnya.
Ani pun berharap para pelaku jasa keuangan nasional, baik bank dan asuransi bisa berkompetisi di pasar ASEAN. Di sisi lain, ia memastikan pemerintah akan turut memberikan dukungan berupa regulasi di tingkat nasional maupun regional itu sendiri.
Salah satunya dengan komitmen dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Protokol Asean Framework Agreement on Services (AFAS) ketujuh yang baru saja disetujui untuk lanjut ke pembahasan tingkat dua di Paripurna DPR.
"Di sisi lain dari insentif, kami coba untuk melakukan perubahan dengan melakukan katalis dengan undang capital dari luar," tuturnya.
Sumber : cnnindonesia.com