Pendapatan Jadi Kendala Utama Masyarakat Tak Bisa Beli Rumah
01 Januari 2021, 09:00:00 Dilihat: 428x
Jakarta -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kendala utama masyarakat dalam membeli rumah sejatinya bukan karena tingkat suku bunga kredit bank yang tinggi. Namun, ada juga kendala pendapatan rendah, daya beli dan permintaan, dan lainnya.
"Lebih kepada daya beli. Suku bunga penting, tapi sebenarnya bukan menjadi kendala utama masyarakat. Suku bunga kredit sebenarnya turun," kata Wimboh di acara diskusi DPD bertajuk Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Sektor Perumahan secara virtual, Senin (28/12).
Wimboh mencatat Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan tingkat suku bunga acuan sebanyak 225 basis poin (bps) atau 2,25 persen dari 6 persen menjadi 3,75 persen dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Sejalan dengan penurunan tingkat bunga acuan bank sentral, perbankan sejatinya juga menurunkan bunga kredit mereka. Tercatat bunga kredit turun dari 11,3 persen menjadi 10,83 persen.
Begitu juga dengan tingkat bunga KPR. Per Oktober 2020, rata-rata bunga KPR bank berada di kisaran 9,94 persen.
"Kami bersama pemerintah dan BI terus berusaha melakukan kebijakan yang akomodatif tentang likuiditas, sehingga kalau likuiditas melimpah, suku bunga turun dan cost juga akan turun," katanya.
Menurutnya, kendala pembelian rumah di masyarakat lebih karena daya beli. Khususnya saat ini di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
Pasalnya, meski harga sejumlah properti turun, namun masyarakat juga menderita penurunan pendapatan. Sementara sebelumnya daya beli masyarakat terbebani oleh harga properti yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Di sisi lain, Wimboh menilai juga ada kendala berupa skema pembiayaan. Sebab, masyarakat butuh tenor pinjaman yang lebih panjang.
Namun kendala tidak terletak pada sumber pembiayaan karena sebenarnya banyak yang bisa diakses, di mana mayoritas masih menggunakan KPR dengan dominasi mencapai 76,02 persen dari total sumber pembiayaan properti residensial.
Kendati begitu, Wimboh mengungkap memang perlu kebijakan tambahan bagi sektor perumahan agar bisa tumbuh lebih tinggi dan menjadi sektor pengungkit perekonomian Tanah Air ke depan. Dari OJK, ia mengatakan bakal dilakukan dengan menjaga stabilitas dan ketahanan pasar keuangan, digitalisasi, keuangan digital, hingga digitalisasi dalam hal pengawasan dan lainnya.
Tujuannya agar bisa mendorong peran para lembaga jasa keuangan untuk pertumbuhan sektor perumahan. Saat ini, Wimboh mencatat total pembiayaan dari KPR dan KPA bank masing-masing mencapai Rp323,08 triliun dan Rp149,79 triliun.
Sementara Efek Beragun Aset (EBA) mencapai Rp6,32 triliun, EBA-Surat Partisipasi Rp3 triliun, Dana Investasi Real Estate (DIRE) Rp11,66 triliun, dan lainnya.
Sumber : cnnindonesia.com