6 Mei 2009 silam, seisi Stamford Bridge bergemuruh menyambut gol cantik Michael Essien, 6 menit selepas kick-off saat Chelsea berhadapan dengan Barcelona di semifinal leg 2 Liga Champions. Fans fanatik The Blues pantas gembira, karena Chelsea kini mengantongi modal sempurna untuk lolos ke partai final.
Sial, harapan itu hanya bertahan sepanjang waktu normal. Gol Andres Iniesta di injury-time membuyarkan mimpi indah tim Ibukota selangkah lebih dekat dengan status klub penguasa Eropa. Barcelona berhak melangkah ke partai puncak karena unggul produktivitas gol tandang.
Skor imbang 1-1 di pertemuan kedua tidak cukup mengantarkan skuad The Roman Emperor merebut tiket final setelah di leg 1 kedua kubu hanya bermain imbang tanpa gol.
Wasit Tom Henning Ovrebo kala itu dianggap sebagai individu yang paling bertanggung jawab atas kegagalan Chelsea melaju ke fase terakhir. Keputusan kontroversial wasit asal Norwegia itu menjadi buah bibir di seantero Eropa selepas laga.
Chelsea harus lapang dada menerima kekalahan itu. Dan 3 tahun berselang, tepatnya 18 April dan 24 April 2012, takdir kembali mempertemukan dua tim papan atas itu persis di momen yang sama: semifinal Liga Champions.
Seakan membuka luka lama, Chelsea yang tidak ingin dipermalukan kembali oleh El-Barca mengusung misi balas dendam. Terlepas dari campur tangan wasit pada 2009 silam, Chelsea siap memberikan perlawanan sengit di hadapan sang juara bertahan saat berduel di leg 1 yang dihelat di Stamford Bridge.
Bukan semata meraih gelar bergengsi, Chelsea ingin menuntaskan ambisi sang patron, Roman Abramovich yang begitu memimpikan gelar prestisius ini sejak mengakuisisi Chelsea pada 2003 silam. Artinya, 9 tahun sudah taipan asal Rusia ini menanti prestasi di kasta kompetisi tertinggi benua biru.
"Pemilik klub punya hasrat yang teramat besar untuk memenangkan trofi Liga Champions. Terlebih, setelah Chelsea kalah di Moscow pada final 2008 silam," kata salah satu punggawa Chelsea, Juan Mata.
Masih menurut Mata, sukses merebut tiket semifinal dari tangan Barcelona, setidaknya menjadi kenangan yang tidak terlupakan bagi pemain senior Chelsea nanti."Saya berharap pemain-pemain veteran Chelsea dapat mengatakan di akhir karirnya bahwa dia telah memenangkan Champions League. Saya sangat berharap itu terjadi pada tahun ini."
Mantan pemain Valencia itu menjamin Stamford Bridge akan menjadi kuburan bagi Barcelona dalam pertandingan hidup mati nanti. "Rekan-rekan saya mengatakan, jika ada satu stadion yang bisa membuat Barcelona tidak nyaman dan kesulitan, itu adalah Stamford Bridge, terutama dalam beberapa tahun terakhir."
Jelang laga ini, sepatutnya Barcelona mewaspadai perang urat syaraf yang dilancarkan kubu Chelsea. Kendati hanya berstatus manajer interim di Chelsea, Roberto Di Matteo mengaku telah mengantongi cara guna meredam permainan raksasa Catalan tersebut.
"Anda harus menyaksikan pertandingan tim-tim yang mampu menyulitkan Barcelona. Saya telah menyaksikan pertandingannya berkali-kali. Mereka juga memiliki kelemahan dan kami akan mengekploitasinya."
Yang pasti, Di Matteo menganalisa bukan hanya Lionel Messi seorang yang menjadi fokus timnya dalam pertandingan nanti. "Ini bukan soal menghentikan satu pemain. Sebab, mereka memiliki banyak pemain yang bisa mengalahkan Anda. Itu harus menjadi taktik dan strategi setiap tim yang menghadapi Barca. Kami harus membatasi ancaman mereka."
Barcelona Kejar Rekor
Menilik rekor pertemuan kedua kubu di panggung Liga Champions, Chelsea dan Barcelona sebenarnya telah bersua sejak 2005. Dari delapan kali pertemuan, tim yang bermarkas di Camp Nou itu pernah takluk di hadapan wakil Inggris itu pada 8 Maret, tujuh tahun silam.
Kala itu, Chelsea berhasil menekuk Barcelona 4-2 di Stamford Bridge. Pada 19 Oktober 2006, Chelsea kembali mendapatkan kemenangan tipis 1-0 atas Barcelona. Sementara, Barcelona mengemas kemenangan dengan skor identik 2-1 pada 23 Maret 2005 dan 22 Februari 2006. Sisanya, pertemuan kedua seteru didominasi dengan hasil imbang.
Rapor perjumpaan kedua tim menjadi bukti konkret, Chelsea bukan lawan yang mudah bagi Barcelona. Namun situasinya, jelas berbeda sekarang. Sejak ditukangi Josep Guardiola pada 2008, Barcelona menjelma jadi tim yang paling disegani. Dalam kurun waktu 5 tahun, Barcelona sukses menggondol trofi Liga Champions sebanyak dua kali.
Musim ini, Azulgrana bertekad mencatat sejarah sebagai tim pertama yang mampu mempertahankan gelar Liga Champions sejak memakai format baru. Menghadapi laga ini, ingatan Iniesta melayang ke musim 2009 silam, di mana Barcelona berhasil lolos dari lubang jarum.
"Memang menyenangkan, mengingat apa yang terjadi. Kami cukup beruntung pernah mengalaminya. Itu momen istimewa dan sangat baik mengingatnya kembali. Tapi, itu telah menjadi masa lalu," ujar Iniesta.
Modal Barcelona menyingkirkan Chelsea semakin berlipat. Faktor Lionel Messi menjadi nilai lebih buat mereka dalam laga krusial nanti. Ancaman ini disampaikan oleh kiper Barca, Victor Valdes.
"Messi pesepakbola nomor 1 di dunia. Itu sudah jelas. Lawan akan gentar jika berhadapan dengannya. Sangat sulit untuk menghentikannya," ujar Valdes.
Kendati lebih difavoritkan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan nanti, Guardiola tidak ingin jumawa. Sang entrenador tetap rendah hati menghitung kans timnya melaju ke final.
"Chelsea tim berpengalaman dan mereka selalu menjadi salah satu tim papan atas dalam beberapa tahun terakhir. Chelsea punya banyak pemain fantastis dan salah satu yang terbesar di Eropa. Mereka bukanlah lawan mudah dalam tahapan kompetisi ini," beber sang entrenador.
Upaya dua jagoan itu memperebutkan tiket final tidak luput dari pengamatan entrenador Real Madrid, Jose Mourinho. Meski pertandingan belum berlangsung, The Special One berani menjamin, Barcelona telah sampai di final.
"Bagi saya, pertanyaan besarnya siapa yang akan bermain melawan Barcelona di laga final. Laga Bayern Munich versus Real Madrid pertandingan semifinal hebat dan tim terbaik akan menghadapi Barcelona," ujar Mourinho.
Faktor Wasit
Berkaca dari pengalaman 3 tahun silam, kinerja wasit jelas menjadi pusat perhatian. Dalam duel kali ini, UEFA menugaskan Felix Brych memimpin pertandingan. Wasit asal Jerman itu terkenal tidak pandang bulu memberikan kartu merah.
Dia mengusir pemain belakang Nemanja Vidic saat bertugas memimpin laga antara Manchester United melawan Otelul Galati di babak penyisihan grup pada 2 November 2011 lalu. Vidic diganjar kartu merah karena melakukan tekel berbahaya kepada pemain Otelul.
Tindakan keras Brych tidak sampai di situ. Dia pernah memberi kartu kuning kedua kepada Peter Crouch di leg 1 babak perempat final Liga Champions musim 2011/12 lalu yang mempertemukan Tottenham Hotspur vs Real Madrid.
Karakter Brych perlu dipertimbangkan Barcelona dan Chelsea. Permainan keras bisa menjurus fatal bisa menjadi bumerang buat kedua kesebelasan. Namun, Brych agaknya perlu berhati-hati saat mengambil keputusan jika tidak ingin nasibnya sama seperti rekan seporfesinya yang kini telah pensiun Tom Henning Ovrebo.
Fans fanatik Chelsea tidak pernah lupa akan keputusan kontroversial wasit berkepala plontos tersebut pada 2009 yang dianggap memihak Barcelona.
Kilas balik ke laga tersebut, Ovrebo tidak memberi hadiah penalti kepada Chelsea kendati pemain Barcelona tertangkap hands-ball di kotak terlarang sebanyak dua kali. Dia juga tidak kunjung memberi hukuman buat Barcelona meski Didier Drogba dua kali dilanggar di area 16.
Imbas keputusannya, hingga kini Ovrebo masih dihantui intimidasi pendukung Chelsea. "Cacian dan makian buat saya masih terus berlangsung. Saya mendapatkan minimal tiga pesan elektronik bernada ancaman setahun," kata Ovrebo kepada The Guardian.
Peristiwa ini memang telah lama berlalu, tapi pengalaman Ovrebo bisa menjadi pembelajaran serius buat Brych dalam mengambil sikap terhadap pemain Barcelona dan Chelsea. Jadi, akankah cerita kontroversial Barcelona yang kerap dibantu wasit berakhir di fase semifinal 2011/12? Kita lihat saja nanti. (one)
• VIVAbola