Sebanyak 16 warga sipil Afganistan tak bersalah, termasuk sembilan anak-anak dan tiga perempuan, menjadi korban serangan membabi buta dari seorang tentara Amerika Serikat, Minggu 11 Maret 2012 pagi waktu setempat. Sementara sejumlah orang terluka.
Menurut versi militer AS, penembakan diduga dilakukan seorang serdadu yang mengalami gangguan jiwa.
Tentara berpangkat sersan, yang ditempatkan di sebuah pangkalan AS di Kandahar dilaporkan menyelonong masuk ke tiga rumah sekitar pukul 03.00, sekonyong-konyong menembak. Salah satu keluarga korban mengatakan, pelaku sempat menyiram jasad para korbannya dengan sejenis cairan kimia dan membakarnya.
Tentara biadab tersebut, oleh pejabat AS, diidentifikasi sebagai salah satu staf dari Front Lewis, Washington. Ia diduga sebagai pelaku tunggal. Laporan menyebut, pasca melakukan pembantaian ia kembali ke pangkalan, menyerahkan diri. Saat ini ia ditahan di sebuah pangkalan NATO di Afganistan.
Hanya sedikit yang tahu soal identitas pelaku, namanya pun belum terungkap. Kepada ABC News, salah satu pejabat AS mengatakan, tentara sadis itu telah menikah dan punya dua anak. Sebelumnya ia juga pernah bertugas tiga kali di Irak.
Di Afganistan, ia ditugaskan mendukung unit operasi Green Berets, dari Navy SEAL untuk menyetabilkan wilayah pedesaan. Ia dilaporkan bertugas di Afganistan sejak Desember lalu.
Serangan ini memperuncing hubungan AS-Afganistan, pasca pembakaran Al Quran oleh tentara NATO, yang memicu protes dan kekerasan yang menewaskan 30 jiwa.
Insiden ini tentu saja membuat marah warga Afganistan. Presiden, Hamid Karzai mengutuk serangan tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah "pembantaian disengaja". Orang nomor satu di Afganistan yang marah itu menuntut penjelasan dari pihak AS.
Meski versi AS mengatakan, hanya ada pelaku tunggal, kantor Karzai mengutip keterangan salah satu warga yang mengaku," para tentara AS membangunkan keluargaku dan menembak wajah mereka."
Ini diperkuat keterangan tetangga para korban yang mengaku sempat terbangun akibat suara berisik, derap sepatu tentara AS, bercampur suara tawa yang mabuk. "Mereka semua mabuk dan menembak di semua tempat," kata Agha Lala, yang mengunjungi salah satu rumah di mana pembunuhan itu terjadi. "Mayat-mayat itu penuh dengan peluru."
Salah satu penduduk kepada Reuters menceritakan fakta mengerikan tragedi minggu dini hari tersebut. "Tentara menuangkan bahan kimia atas mayat mereka dan membakarnya," kata Samad kepada Reuters di lokasi kejadian.
Menanggapi kejadian itu, Presiden AS, Obama berjanji akan segera mengungkapnya. Ia berjanji akan menghukum siapapun yang terbukti terlibat. (Reuters, Daily Mail)
• VIVAnews