Khairisa Ferida
Selasa, 17 Juli 2012 21:05 wib
Ilustrasi: Al Arabiya
YERUSALEM - Israel menilai keberadaan imigran Afrika di negaranya merupakan ancaman bagi karakter "Yahudi" negara itu. Hal ini lantas mendasari kebijakan kontroversial Perdana Menteri Benyamin Netanyahu untuk mendeportasi sekira 60 ribu imigran Afrika.
"Bagi warga Israel imigran Afrika adalah sebuah permasalahan hukum dan menyangkut dengan isu ketertiban. Bahkan ini menjadi ancaman bagi keberlangsungan negara Israel di masa depan," demikian pernyataan PM Netanyahu yang dilansir Russian Today Selasa, (17/7/2012).
Tidak hanya itu, Netanyahu juga berjanji dirinya akan memberlakukan aturan ketat mengenai larangan mempekerjakan imigran ilegal asal Afrika.
Upaya Israel untuk mengusir warga Afrika ini tidak tanggung-tanggung, karena pemerintah kabarnya menyediakan EUR1000 atau sekira Rp11 juta (Rp11.593 per EUR) bagi setiap warga Afrika yang bersedia meninggalkan Israel dalam waktu lima hari. Sebagian dari mereka kabarnya menerima tawaran pemerintah ini, sementara mereka yang menolak akan dipulangkan secara paksa.
Meski Israel tegas mengatakan merasa terancam dengan keberadaan warga Afrika di negaranya namun, imigran gelap asal Benua Hitam itu terus berdatangan ke Israel. Belum lama ini saja, ratusan imigran gelap asal Sudan Selatan berhasil ditahan di Laut Merah.
"Lebih dari 100 warga Afrika yang berasal dari Sudan Selatan kini ditahan di Pelabuhan Eilat di Laut Merah. Warga Afrika yang berusaha menyusup ini ditahan di Penjara Saharonim di Gurun Negev," ujar petugas imigrasi Yossi Edelstein.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Israel Eli Yishai mengatakan, target pertama deportasi mencapai 1.500 warga Afrika yang berasal dari Sudan Selatan. Mereka diketahui melarikan diri dari negaranya setelah terjadinya perang saudara yang menyebabkan pecahnya wilayah Sudan.
"Tahap berikutnya adalah pemulangan terhadap warga Eritrea dan Sudan yang jumlahnya hampir mencapai 50 ribu orang," tegas Yishai.
Yishai sendiri tidak menampik bahwa prosedur pemulangan para imigran ini secara hukum masih dipertanyakan.
"Saat ini kami memang hanya diperbolehkan untuk mendeportasi warga Sudan Selatan dan Pantai Gading," tambah Yishai.
Sikap antiimigran Afrika ini kabarnya juga ditunjukkan oleh Parlemen Israel. Sejumlah anggota parlemen pun tidak ragu melabeli warga Afrika dengan hal-hal buruk.
Mayoritas warga Israel sendiri kabarnya mendukung rencana pemerintah terkait dengan keberadaan imigran Afrika ini. Dalam sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan 52 persen warga setuju dengan pernyataan bahwa imigran Afrika adalah ancaman bagi Israel.
Sebagian warga Israel bahkan menunjukkan ketidaksukaan mereka dengan melakukan demonstrasi anti imigran Afrika dalam beberapa bulan terakhir. Mereka yang turun ke jalan itu menuding, sejumlah imigran Afrika datang ke Israel untuk mencuri dan melakukan pelecehan seksual.
Salah seorang ilmuwan Israel Shalva Weil bahkan memperingatkan, dalam 15 tahun terakhir telah terjadi peningkatan kesadaran yang tinggi di antara imigran Afrika terkait dengan nilai-nilai warisan Yahudi mereka.
"Penting untuk diketahui Israel bahwa jutaan orang Afrika menganggap diri mereka adalah Yahudi. Mereka menilai dirinya sebagai bagian dari kebudayaan yang hilang. Mereka percaya bahwa Israel menunggu kedatangan mereka," ujar Weil.(rhs)