Cianjur, Universitas Narotama -- Pagi mulai tua di Pasar Pelelangan Ikan Jayanti, Cianjur, pengujung Maret lalu. Namun barisan perempuan masih setia berdiri di depan meja yang menjajakan hasil laut.
Ada cukup banyak ikan ditawarkan, mulai dari kakap merah, ikan layur sampai cumi. Sayangnya, tidak ada lobster di barisan meja mereka.
"Lobster jual juga. Tapi sekarang kosong. Lagi jarang," kata Rini, salah satu pedagang, sambil mengibas ringan lalat yang hinggap semaunya.
Rini dan sejawat bukan satu-satunya pedagang yang tidak menjual lobster. Sejumlah lapak lain pun sama. Padahal, Jayanti sejak dulu dikenal sebagai penghasil lobster terbanyak di Jawa Barat.
Raibnya lobster bukan karena dibeli orang. Menurut Dadang, salah satu nelayan di sana, keberadaannya semakin langka.
Dadang setiap sore pergi melaut dengan anaknya, Ayi. Berangkat jam empat atau lima sore, lalu pulang pukul tujuh pagi.
Semalaman mereka mencari ikan jenis apapun untuk dijual. Kakap merah, tenggiri, layur, cumi, lobster. Semuanya jika bisa.
Setiap melaut pula Dadang selalu berharap ada barang satu atau dua lobster yang nyangkut. Selain banyak peminatnya, harga jual lobster juga lebih mahal daripada hasil laut lain.
"Ikan tenggiri Rp90 ribu per kg, layur dan kakap Rp35 ribu per kg. Kalo lobster bisa sampai Rp300 ribu per kg," kata Dadang.
Mau Dadang menjaring lobster lebih sering menepuk angin. Sehari-hari ia justru lebih banyak mendapatkan ikan layur. Menurut pria paruh baya itu, selain keberadaan yang makin langka, saat itu musim panen pun belum tiba.
"Lobster musimnya dua tahun sekali. Mungkin dua bulan lagi," kata Dadang yang saat itu hendak melaut.
Ada ratusan warga Jayanti yang juga berprofesi nelayan. Seperti Dadang, musim panen lobster bagi mereka adalah sebuah anugerah.
Selama masa panen kesempatan menjaring lobster lebih besar. Artinya, mereka bisa mengantongi lebih banyak uang dari biasanya. Apalagi, hidup para nelayan bergantung hasil melaut.
Ada cukup banyak ikan yang ditangkap nelayan Jayanti, mulai dari kakap merah, ikan layur sampai cumi. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)
Tak Hanya Soal Musim
Dadang tak memungkiri sepinya lobster di laut disebabkan masalah lain. Tak cuma musim panen yang belum datang.
Dia ingat, beberapa bulan lalu, masih ada nelayan yang menjual bayi lobster atau benur ke bandar.
Praktik jual-beli benur memang tak seramai dulu ketika benur diperjualbelikan secara legal. Namun akibat jual beli itu lobster jadi susah dicari.
"Memang ada yang ambil benur tapi udah diambil sama aparat. Ditangkap. Bulan kemarin lah. Sekarang juga belum keluar. makanya berhenti. Kan, enggak boleh," cerita Dadang.
Dadang berharap semua penjual benur ditindak sesuai hukum yang berlaku. Ia khawatir jika benur banyak dijual, lobster di Jayanti akan punah.
"Mungkin sekarang mah udah enggak ada yang jual benur," kata dia. "Tapi kalau dibiarin bisa abis lobster."
Salah satu sesepuh di Jayanti, Endang, menyebut sejak 1965, baru kali ini lobster susah dicari. Padahal, dulu melimpah.
Namun, Endang enggan berkomentar lebih jauh soal penjualan benur yang membuat lobster langka.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi menjelaskan saat ini jual beli benur ke luar negeri dilarang. Namun, jika di dalam negeri, masih diperbolehkan.
"Melalulintaskan benih bening lobster (BBL) ke wilayah lain di tanah air masih dibolehkan asal tidak dibawa ke luar negeri," kata Wahyu kepada CNNIndonesia.com.
Menurutnya kebijakan itu tidak akan membuat lobster di satu tempat menjadi langka. Apa lagi, kata dia, jika lobster itu dijual untuk dibudidayakan di daerah lain.
"Misalnya benur Cianjur dijual ke Bogor atau kabupaten lain yang melakukan pembesaran melalui keramba jaring apung," ujar dia.
Selain menikmati keindahan alam, wisatawan Pantai Jayanti juga acap kali mencari kuliner seafood. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)
Lobster Langka Tetap Dinanti
Dari segambreng ikan dan hasil laut, lobster tetap terfavorit bagi nelayan, pedagang ikan, pemilik restoran sampai wisatawan.
Darwono, salah satu wisatawan dari Cianjur Kota, sudah dua kali ke Jayanti untuk berburu seafood yang terkenal sedap.
Ia bahkan berjanji di lain waktu akan kembali datang ke Jayanti untuk menyantap menu-menu seafood itu lagi, terutama lobster.
"Nanti akan dicoba lobsternya. Itu kan lokal," kata Darwono.
Memecahkan cangkang dengan pisau, mengorek-ngorek daging di setiap rongga tubuh lobster menjadi kenikmatan tersendiri dalam menyantap seafood yang satu ini.
Apalagi, menyantap lobster di Jayanti. Semilir angin, deburan ombak, jadi penyempurna.